TANGGUNG JAWAB
MANUSIA SEBAGAI HAMBA ALLAH SWT. DAN KHALIFAH
NAMA : MOH. DELDI N. LAMANSARI
FAKULTAS EKONOMI
MANAJEMEN
SUMESTER I / A
UNIVERSITAS TOMPOTIKA
LUWUK
FAKULTAS EKONOMI
Alamat : Kampus Bumi Mutiara Jln.
Dewi Sartika No. 67 Luwuk Kabupaten Banggai
Telepon : ( 0461 ) 325834 Kode Pos
: 94715
DAFTARISI
KATA
PENGANTAR ..........................................................................................................
DAFTAR ISI ......................................................................................................................
BAB 1
PENDAHULUAN ....................................................................................................
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................
1.2 Perumusan
Masalah .........................................................................................................
1.3 Tujuan
Pembahasan ........................................................................................................
BAB 2
PEMBAHASAN ..........................................................................................................
2.1 Proses Kejadian Manusia ( QS AL-
MUKMINUN :12-14 ) ..............................................
2.2 Mengetahui Hakikat Manusia ...............................................................................
2.3 Tanggung Jawab Manusia Sebagai Hamba ALLAH SWT.
(QS.
Adz-Zaariyaat : 56). ...............................................................................................
2.4 Tanggung Jawab Manusia Sebagai Khalifah.
( QS AL- Baqarah : 30 ) ....................................................................................................
BAB 3
PENUTUP .................................................................................................................
3.1 Kesimpulan ........................................................................................................................
3.2 Saran ............................................................................................................................
DAFTAR
PUSTAKA ...........................................................................................................
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum
Wr. Wb.
Puji syukur kita panjatkan kepada ALLAH SWT. Yang mana dengan Rahmat dan
hidayahNyalah sehingga apa yang kita rencanakan akan berjalan dengan baik dan
selalu dapat terlaksana. Sehingganya pada saat ini saya dapat menyelesaikan karya
ilmiah yang berjudul “TANGGUNG JAWAB
MANUSIA SEBAGAI HAMBAH ALLAH SWT. DAN KHALIFAH ” Dengan demikian juga Saya
sadari bahwa masih banyak sekali kekurangan yang terdapat dalam karya ilmiah
ini, maka harapan saya untuk semua pihak yang membacanya apabila terdapat
kekurangan atau kejanggalan harap dapat memakluinya dan semoga hal ini tidak menghalangi
saya untuk terus berkarya. Saya berharap di masa yang akan datang, saya dapat
membuat serta menyelesaikan karya ilmiah yang lebih baik lagi.
Semoga karya Ilmiah ini dapat bermanfaat untuk kita semua yang membacanya
khususnya diri saya pribdi.
Wassalamu’alaikum
Wr. Wb.
Luwuk Banggai, 13 Oktober 2014
penulis
Moh. Deldi
N. Lamansari
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LatarBelakang
Dalam surat al baqarah ayat 30, Ad-Dzariyat ayat 56, Al Mukminun ayat 12-14, An Nahl ayat
78. Allah menyampaikan keputusan-Nya kepada para malaikat tentang rencana-Nya
menciptakan manusia di bumi. Penyampaian kepada para malaikat penting, karena
merekalah akan dibebani sekian tugas yang menyangkut manusia, seperti
memelihara, membimbing, dan lain sebagainya. Penyampainnya itu juga kelak akan
diketahui manusia, akan mengantarnya bersyukur kepada Allah atas anugerah yang
tersimpul dalam dialog antara Allah dan para malaikat. Seperti apakah Hakikat Manusia itu?
Manusia adalah Hamba Allah dan sebagai Hamba
Allah, manusia wajib beribadah kepadaNya, menjalankan segala perintahNya dan
menjauhi laranganNya. Karena sebagai Hamba Allah yang harus menjalankan segala
perintahnya, Musya Asy’arie, mengatakan bahwa esensi hamba adalah ketaatan, ketundukan
dan kepatuhan yang kesemuanya itu hanya layak diberikan kepada tuhan.
Ketundukan dan ketaatan pada kodrat alamiah yang senantiasa berlaku baginya.
Manusia adalah makhluk yang memiliki potensi untuk beragama sesuai dengan
fitrahnya.
Allah berfirman yang artinya “Aku hendak menjadikan khalifah di muka bumi”.
Penyampaian ayat ini bias jadi setelah proses penciptaan alam raya dan
kesiapannya untuk di huni manusia pertama (Adam) dengan nyaman. Dengan adanya
makalh ini, diharapkan kepada kita yang membacanya, agar dapat mengetahui
kedudukan manusia di muka bumi ini, juga dapat memahami tugasnya dan
kewajibannya sebagai khalifah di bumi ini. Dengan demikian, kita dapat
mempelajari apa saja tugas manusia sebagai khalifah di muka bumi ini.
Oleh karena itu, pembicaraan tentang manusia,
siapa manusia, dari mana asal manusia, untuk apa manusia hidup, apa
fungsinya manusia didalam kehidupan merupakan pembahasan yang sangat mendasar
bagi Hakikat Manusia.
1.2 Perumusan
Masalah
Dari latarbelakang masalah diatas maka kami bisa mengambil rumusan masalah
sebagaiberikut :
1.
Proses Kejadian Manusia.
2.
Mengetahui Hakikat manusia.
3.
Tanggung
jawab Manusia sebagai Hamba ALLAH SWT.
4.
Tanggung jawab Manusia
sebagai Khalifah ALLAH SWT.
1.3 TujuanPembahasan
Dari pembahasan tentang “ Tanggung Jawab
Manusia Sebagai Hamba ALLAH SWT. “ dengan tujuan agar semua pihak khususnya
yang beragama Islam yang masih hilaf ataupun yang masih belum paham tentang
tanggung jawab manusia sebagai hamba ALLAH SWT. Agar dengan adanya karya Ilmia
seperti ini bisah membawa dan memberikan pemahaman yang lebih baik untuk hari
esok dan seterusnya.
BAB 2
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
2.1 Proses
Kejadian Manusia ( QS AL- MUKMINUN :12-14 )
وَلَقَدْ خَلَقْنَا الإنْسَانَ مِنْ سُلالَةٍ مِنْ طِينٍ1ثُمَّ جَعَلْنَاهُ
نُطْفَةً فِي قَرَارٍ مَكِينٍ ثُمَّ خَلَقْنَا النُّطْفَةَ عَلَقَةً فَخَلَقْنَا
الْعَلَقَةَ مُضْغَةً فَخَلَقْنَا الْمُضْغَةَ عِظَامًا فَكَسَوْنَا الْعِظَامَ
لَحْمًا ثُمَّ أَنْشَأْنَاهُ خَلْقًا آخَرَ فَتَبَارَكَ اللَّهُ أَحْسَنُ
الْخَالِقِينَ
Artinya :
12
Dan Sesungguhnya kami Telah menciptakan manusia dari
suatu saripati (berasal) dari tanah.
13
Kemudian kami jadikan saripati itu air mani (yang
disimpan) dalam tempat yang kokoh (rahim).
14
Kemudian air mani itu kami jadikan segumpal darah,
lalu segumpal darah itu kami jadikan segumpal daging, dan segumpal daging itu
kami jadikan tulang belulang, lalu tulang belulang itu kami bungkus dengan
daging. Kemudian kami jadikan dia makhluk yang (berbentuk) lain. Maka Maha
sucilah Allah, Pencipta yang paling baik.
Perilaku
yang mencemirkan surat Al Mukminum ayat 12-14 Manusia adalah makhluk Allah SWT
yang paling mulia diantara semua makhluk.kelebihan manusia dengan makhluk yang
lain nya terletak pada jasmani dan rohaninya. salah satu perbedaan terbesar
terletak pada akal pikiran manusia.Dengan akal pikiran itu, manusia dapat
membedakan antara perbuatan baik dan buruk, antara yang khalal dan haram. Dengan
akal pikirannya, manusia akan sadar sebagai hamba Allah SWT yang harus
melaksanakan kewajiban menyembah kepada-Nya. Manusia juga harus dapat menjalin
hubungan kemasyarakatan. Yang terpenting manusia harus dapat bersyukur kepada
Allah SWT atas segala nikmat yang di berikannya.
2.2 Mengetahui Hakikat
Manusia,
Menurut
Sastraprateja (yang dikutip dalam buku Ilmu Pendidikan Islam), mengatakan bahwa
manusia adalah makhluk yang historis. Hakekat manusia sendiri adalah sejarah,
hakekat manusia hanya dapat dilihat dalam perjalanan sejarah, dalam sejarah
bangsa manusia. Kalangan pemikir di abad modern, juga membahas tentang hakekat
manusia yang dapat dijumpai. Alexis Carrel (dikutip dalam buku Ilmu Pendidikan
Islam), mengatakan bahwa manusia adalah makhluk yang misterius, karena derajat
keterpisahan manusia dari dirinya berbanding terbalik dengan perhatiannya yang
demikian tinggi terhadap dunia yang ada di luar dirinya. Ibn Arabi, melukiskan
hakekat manusia dengan mengatakan bahwa tak ada makhluk Allah yang lebih bagus
dari pada manusia. Allah SWT membuatnya hidup, mengetahui, berkuasa,
berkehendak, berbicara, mendengar, melihat dan memutuskan, dan inilah merupakan
sifat-sifat rahbaniyah. Murthada Mutahhari, melukiskan gambaran Al-Qur’an tentang
manusia sebagai berikut :
Al-Qur’an
menggambarkan manusia sebagai suatu makhuk pilihan tuhan, sebagai khalifah-Nya
di bumi, serta sebagai makhluk yang semi samawi dan semi duniawi yang dalam
dirinya ditanamkan sifat mengakui tuhan, bebas terpercaya, rasa tanggung jawab
tehadap terhadap dirinya maupun alam semesta, serta dikaruniai keunggulan untuk
menguasai alam semesta, langit dan bumi.
Manusia
dipusakai kearah kecenderungan kepada kebaikan dan kejahatan. Kemajuan mereka
dimulai dengan kelemahan dan ketidakmampuan yang kemudian bergerak kearah
kekuatan, tetapi itu tidak akan menghapuskan kegelisahan mereka, kecuali kalau
mereka dekat dengan tuhan dn memngingat-Nya. Kapasitas mereka tidak terbatas,
baik kemampuan dalam belajar, maupun dalam menerapkan ilmu.
Mereka
memiliki keluhuran dan martabat naluriah. Motivasi dan pendorong mereka dalam
banyak hal, tidak bersifat keberadaan. Akhirnya mereka dapat secara leluasa
memanfaatkan nikmat dan karunia yang dilimpahkan Allah kepada mereka namun pada
saat yang sama, mereka menunaikan kewajiban mereka kepada tuhan. Untuk
mengetahui definisi hakekat manusia secara utuh, di antaranya dapat dilihat
pengertian manusia dari segi kata yang digunakan :
Ditinjau
dari segi kata (istilah) yang digunakan Al- Qur’an memperkenalkan tiga kata yang
bisa digunakan menunjuk pengertian manusia, yaitu:
a) Al-Insan,
terbentuk dari kata Nasiya yang berarti lupa. Penggunaan kata Al- Insan pada
umumnya digunakan menggambarkan pada keistimewaan manusia penyandang predikat
khalifah di muka bumi, sekaligus dihubungkan dengan proses penciptaannya.
keistimewaan tersebut Karena manusia memiliki potensi dasar, yaitu fitrah, akal
dan kalbu. Potensi ini menempatkan manusia sebagai makhluk Allah yang mulia dan
tertinggi dibanding makhluk-Nya yang lain.
b) Kata
Al-Basyar, secara Etimologi, Al-Basyar merupakan bentuk jamak dan kata al-Basyarat
yang berarti kulit kepala, wajah dan tubuh menjadi tempat tumbuhnya rambut.
Pemaknaan manusia dengan Al-Basyar memberikan pengertian bahwa manusia adalah
makhluk biologis serta memiliki sifat-sifat yang ada di dalamnya seperti makan,
minum, perlu hiburan, seks, dan lain sebagainya. Kata Al-Basyar ditunjukkan
kepada seluruh manusia tanpa terkecuali nabi dan rasul. Firman Allah SWT yang
artinya : Katakanlah : “sesungguhnya Aku (Muhammad) hanyalah seorang manusia
seperti kamu” (QS. 18 : 10) Penggunaan kata Al-Basyar mempunyai makna bahwa
manusia secara umum mempunyai persamaan dengan ciri pokok dari makhluk Allah lainnya
secara umum seperti hewan dan tumbuhan.
c) Kata Al-Nas,
menunjukkan pada hakekatnya manusia sebagai makhluk social. Dan ditujunjukkan
kepada seluruh manusia secara umum tanpa melihat statusnya apakah beriman atau
kafir. Selain itu, Al-Nas juga dipakaikan dalam Al-Qur’an untuk menunjukkan
bahwa karakteristik manusia senantiasa berada dalam keadaan labil.
2.3 Tanggung
Jawab Manusia Sebagai Hamba ALLAH SWT.
(QS. Adz-Zaariyaat : 56).
Musya Asy’arie (dikutip) mengatakan bahwa esensi hamba adalah ketaan, ketundukan
dan kepatuhan yang kesemuanya itu hanya layak diberikan kepada tuhan.
Ketundukan dan ketaatan pada kodrat alamiah yang senantiasa berlaku baginya.
Manusia
adalah makhluk yang memiliki potensi untuk beragama sesuai dengan fitrahnya.
Allah SWT berfirman : Artinya : “maka
hadapkanlah wajahmu kepada agama (Allah), tetaplah pada fitrah Allah yang tela
menciptakan manusia menurut fitrah (agama) itu tidak ada perubahan pada fitrah
Allah. Itulah agama yang lurus, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.
(QS. 30 :30).
Manusia
diciptakan Allah tidak lain kecuali agar menyembah kepada-Nya. Selama hidup di
dunia manusia wajib beribadah dan menghambakan diri kepada Allah yang disebut
ibadah mahdlah, dan manusia juga wajib berhubugan dengan sesaman makhluk yang
disebut ibadah ghairu mahdlah. Islam telah memberi petunjuk kepada manusia
tentang tatacara beribadah kepada Allah. Apa-apa yang dilakukan manusia sejak
bangun tidur sampai akan tidur harus disesuaikan dengan ajaran islam.
ﻭ ﻤﺎ ﺧﻟﻗﺕ ﺍﻟﺟﻦﱠ ﻭ ﺍﻹﻧﺱ ﺍﻻﱠ ﻟﻳﻌﺑﺪﻭﻦ
Artinya :
“dan Aku tidak menciptakana jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah-Ku.
(QS. Adz-Zaariyaat : 56).
Dengan
memahami surat Adz-Zariyaat, hendaknya manusia dapat mengambil pelajaran bahwa
:
·
Menyadari bahwa hidup di dunia bukanlah tujuan,
melainkan sebagai kesempatan beramal baik untuk menuju hidup bahagia di akhirat
kelak.
·
Kesempatan hidup hendaknya dimanfaatkan untuk
menghambakan diri kepada-Nya dalam seluruh aspek hidupny.
·
Kenikmatan berupa kesenangan hidup di dunia jangan
sampai melupakan tugas pokok hidup, yakni menghambakan diri kepada Allah
semata.
Pengakuan
manusia akan adanya tuhan secara naluriah menurut informasi Al-Qur’an
disebabkan telah terjadinya dialog antara Allah dan Roh manusia tat kala ia
berada di alam arwah. Firman Allah SWT : Artinya : “Dan (ingatlah) Ketika
tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah
mengambil kesaksian mereka terhadap jiwa mereka (seraya berfirman) : “Bukankah
Aku ini tuhanmu?”, mereka anak-anak Adam menjawab : ”Betul (Engkau tuhan kami)
kami menjadi saksi….. (QS. 7 : 172).
Dengan
demikian, kepercayaan dan ketergantungan manusia dengan tuhannya tidak bisa
dipisahkan dari kehidupan manusia itu sendiri. Pengenalan dan pengabdian yang
dilakukan manusia sebagai realisasi kepatuhan kepada tuhannya pada mulanya
mereka lakukan sesuai dengan keterbatasan akalnya. Allah tidak ingin manusia
berada selalu dalam kesesatan.
Untuk itu
Allah memperkenalkan manusia tentang dirinya melalui wahyu-Nya. Sehingga
manusia dapat melaksanakan pengabdiannya sesuai aturan yang dikehendaki Allah.
Allah juga mengutus para Rasul-Ny sebagai pemberi petunjuk kepada manusia mana
yang harus mereka sembah sebenarnya. Lewat instingtif pengakuan akan adanya Zat
Yang Menguasainya, akal, bimbingan wahyu (ajaran agama) yang disampaikan dengan
perantaraan Rasul, manusia diharapkan mampu mengenal khaliqnya lewat
pengabdian yang ditunjukkannya dalam kehidupan.
2.4 Tanggung
Jawab Manusia Sebagai Khalifah ALLAH SWT.
( QS
AL- Baqarah : 30 )
Pada
mulanya, kata “khalifah” berarti ‘yang menggantikan’ atau ‘yang datang sesudah
siapa yang datang sebelumnya. “khalifah” berasal dari fi’il madhi ‘khalafa’ yang berarti “mengganti
dan melanjutkan”, yaitu proses penggantian antara satu individu dengan individu
yang lain.
Menurut
Quraish Shihab, istilah Khalifah dalam bentuk mufrad (tunggal) yang berarti
penguasa politik hanya digunakan untuk nabi-nabi yang dalam hal ini nabi Adan As,
dan tidak digunakan untuk manusia pada umumnya. Sedangkan untuk manusia biasa
digunakan khala’if yang di dalamnya mengetahui arti yang lebih luas,
yaitu bukan hanya sebagai penguasa politik, tetapi juga sebagai penguasa dalm
berbagai bidang kehidupan.
Allah menciptakan alam semesta tidak sia-sia, penciptaan manusia bertujuan jelas yaitu dijadikan sebagai khalifah atau penguasa (pengatur bumi) untuk memakmurkan kehidupan di bumi sesuai dengan petunjuknya. Firman Allah SWT :
ﻭ ﺇﺫ ﻗﺎﻝ ﺭﺑﱡﻙ ﻟﻟﻣﻼﺋﻛﺔ ﺇﻧﱢﻰ ﺟﺎﻋﻞﻰ ﺍﻷﺭﺽ ﺧﻠﻳﻔﺔۙ ﻗﺎﻟﻭﺍ ﺍﺗﺟﻌﻝ ﻓﻳﻬﺎ ﻣﻥ ﻳﻓﺳﺪ ﻓﻳﻬﺎ ﻭ
ﻳﺳﻓﻚ ﺍﻟﺩﻣﺎﺀﻭ ﻧﺣﻥ ﻧﺳﺑﱢﺢ ﺑﺣﻣﺪﻚﻭ ﻧﻗﺪﱢﺲ ﻟﻚ ﻗﺎﻞ ﺇﻧﱢﻰ ﺃﻋﻠﻡ ﻣﺎ ﻻ ﺗﻌﻠﻣﻭﻥ.
Artinya : “
Ingatlah ketika Rabbmu berfirman kepada para malaikat : “sesungguhnya Aku
hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi”. Mereka berkata : “ mengapa
Engkau hendak menciptakan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat
kerusakan padanya dan menumpahkan darah. Padahal kami senantiasa bertasbih
dengan memuji Engkau dan menyucikan Engkau?” Allah berfirman : “sesungguhnya
Aku mengetahui apa yang kamu tidak ketahui”. (QS. Al-Baqarah : 30).
Dalam
melaksanakan tugasnya sebagai khalifah manusia harus selalu berpedoman kepada
petunjuk yang telah diberikan Allah. Dengan memahami ayat surat Al-Baqarah ayat
30, hendaknya manusia berperilaku yang mencerminkan :
1. Kesadaran
akan tugas hidupnya sebagai pengatur bumi.
2. Perbuatan
yang baik kepada sesama manusia maupun terhadap makhluk yang lain.
3. Usaha
semaksimal mungkin untuk menghindari perbuatan yang dapat menimbulkan kerusakan
bagi siapapun.
4. Usaha utuk
mewujudkan islah atau perdamaian di bumi dan menghindari pertikaian yang akan
membawa kerusakan.
Untuk lebih
menegaskan fungsi kekhalifahan manusia di alam ini, dapat dilihat pada ayat-ayat
di bawah ini yang artinya :
بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ وَهُوَ الَّذِي جَعَلَكُمْ خَلَائِفَ الْاَرْضِ وَرَفَعَ بَعْضَكُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِيَبْلُوَكُمْ فِي مَا أَتَاكُمْ اِنَّ رَبَّكَ سَرِيْعُ الْعِقَابِ وَاِنَّهُ لَغَفُوْرٌ رَحِيْمٌ. (اَلْاَنْعَامْ : 165)
Artinya :
“dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-penguasa di bumi dan Di meninggikan
sebagian kamu atas sebagian (yang lain) beberapa derajat”. (QS. Al-An’am :
165). “
Menurut
Quraish Shihab, mengatakan bahwa hubungan antara manusia dengan alam, atau
hubungan manusia dengan manusia, bukan merupakan hubungan antara penakluk
dengan ditaklukan, atau antara tuan dengan hamba, tetapi hubungan kebersamaan
dalam ketundukkan kepada Allah SWT. Oleh karena itu, manusia dalam visi kekhalifahannya,
bukan saja sekedar menggantikan, namun dengan arti yang luas ia harus
senantiasa mengikuti perintah yang digantikan (Allah).
Untuk
melaksanakan tugasnya sebagai khalifah, Allah telah memberikan kepada manusia
seperangkat potensi (fitrah) yang berupa akal, qalb, dan nafs. Akan
tetapi fitrah itu sendiri tidaklah berembang secara otomatis, melainkan
bagaimana manusia itu sendiri yang mengembangkan fitrahnya sendiri. Untuk itu,
Allah telah menurunkan wahyu-Nya kepada para nabi agar menjadi pedoman bagi
manusia dalam mengaktualisasikan fitrahnya secara utuh dan selaras dengan
tujuan penciptanya.
Dengan
kedudukan dan fungsi, serta kelebihan yang diberikan oleh Allah SWT kepadanya
melebihi makhluk lain, memiliki konsekuensi nilai moral yang religius, dan
manusia harus mempertanggungjawabkan semua aktivitas kehidupannya di hadapan
sang khalik. Rasulullah SAW bersabda yang artinya: “Dan Ibnu Umar ra berkata :
“aku mendengar Rasulullah SAW bersabda : “tiap-tiap kamu adalah pemimpin, dan
setiap pemimpin akan diminta pertanggungjawabannya terhadap apa yang dipimpinnya…….
(HR. Mutafaq ‘Alaih).
Ahmad Hasan
Firhat, membedakan kedudukan kekhalifahan manusia pada dua bentuk, yaitu :
1. pertama,
khalifah kauniyah, yaitu wewenang manusia secra umum yang dianugerahkan Allah
SWT untuk mengatur dan memanfaatkan alam semesta beserta isinya bagi
kelangsungan kehidupan manusia di muka bumi, label kekhalifahan diberikan
kepada semua manusia sebagai penguasa alam semesta.
2. khalifah
syar’iat, yaitu wewenang Allah yang diberikan kepada manusia untuk memakmurkan
alam semesta. Hanya saja predikat khalifah ini secara khusus ditujukan kepada
orang-orang mukmin. Hal ini dimaksudkan agar dengan keimann yang dimilikinya
mampu menjadi pilar dan kontrol dalam mengatur mekanisme alam semesta sesuai
dengan nilai-nilai Ilahiyah yang telah digariskan Allah lewat ajaran-Nya.
QS. AN-NAHL AYAT :78
Artinya: Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu
dalam keadaan tidak mengetahuisesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan
dan hati, agar kamu bersyukur.(qs.an nahl: 78).
kandungan ayat tersebut : Allah swt. Menjelaskan bahwa setiap manusialahir
dari perut ibunya dalam keadaan tidak berilmu, dan Allah memberinya karunia
yang tidak ternilai berupa pendengaran pengelihatan akal dan kalbu, maka
manusia wajib bersyukur kepada Allah swt. Atas segala karuniaNya..
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Manusia yang
diciptakan Allah di muka bumi ini sebagai khalifah dan untuk menyembahnya dan
juga yang harus bisa bertanggung jawab terhadap tugasnya, karena manusia sejak
lahir sudah mempunyai potensi-potensi (fitrah), maka dari itu, manusia harus
dapat mengaktualisasikan segala potensi yang dimilikinya dengan baik agar dapat
di pertanggungjawabkan, karena manusia sebagai hamba Allah dan sebagai khalifah
di bumi. hendaknya manusia berperilaku yang mencerminkan :
ü
Kesadaran akan tugas hidupnya sebagai pengatur bumi.
ü
Perbuatan yang baik kepada sesama manusia maupun
terhadap makhluk yang lain.
ü
Usaha semaksimal mungkin untuk menghindari perbuatan yang
dapat menimbulkan kerusakan bagi siapapun.
ü
Usaha utuk mewujudkan islah atau perdamaian di bumi
dan menghindari pertikaian yang akan membawa kerusakan.
3.2 Saran
Didalam kehidupan nyata, manusia dihadapkan oleh banyak fenomena.
Manusia dituntut untuk terus peka terhadap perkembangan zaman. Oleh sebab itu
manusia harus berfikir dengan cermat dalam menghadapi setiap masalah, tidak
hanya cermat tapi manusia juga diharuskan untuk belajar bertanggung jawab.
Termasuk didalam kehidupan, bertanggung jawab dengan apapun yang harus dilakukan Sebagai hamba Allah dimana kita
adalah umat yang harus menyembah dan bertakwa kepadaNya.
Dan juga sebagai khalifah tentunya kita harus menjalankan apa yang
sudah menjadi tugas dan tanggung jawab. karena manusia sejak lahir sudah
mempunyai potensi-potensi (fitrah), maka dari itu, manusia harus dapat
mengaktualisasikan segala potensi yang dimilikinya dengan baik agar dapat di
pertanggungjawabkan, karena manusia sebagai hamba Allah dan sebagai khalifah di
bumi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar