REFORMASI PERBANKAN INDONESIA : DARI REPRESI HINGGA DEREGULASI
Represi psikologis atau represi psikis atau represi
adalah usaha psikologis seseorang
yang bertujuan untuk meredam keinginan, hasrat, atau instingnya sendiri.
Keinginan, harapan, fantasi, atau perasaan dapat direpresentasikan dalam
pikiran sebagai pemikiran, bayangan, dan ingatan. Arti deregulasi adalah deregulasi menunjuk ke bijakan pemerintah untuk
mengurangi/meniadakan aturan administrasi yang mengekang kebebasan gerak modal,
barang, dan jasa. Dengan kebebasan gerak produksi, distribusi, dan konsumsi
modal, barang, serta jasa itu, volume kegiatan bisnis swasta diharapkan
melonjak.
Contoh Deregulasi :
·
ERA sebelum Juni 1983
Campur tangan Bank Indonesia selaku
bank sentral dalam pengaturan pagu kredit dan tingkat suku bunga
·
1 Juni 1983
ü Kebebasan
untuk menentukan sendiri tingkat bunga
ü Mengurangi
ketergantungan bank kepada BI
·
27 Oktober 1988
Kemudahan membuka bank baru
Perbankan
Dalam era paska bonanza minyak, deregulasi dan
debirokratisasi merupakan dua kata kunci yang sering kita dengar. Deregulasi
perbankan 1983 dikenal sebagai starting
point bagi sederetan panjang paket
deregulasi di bidang moneter (finansial), fiskal perdagangan dan investasi.
Bila diamati, deregulasi di Indonesia dimulai di sektor finansial, diikuti
dengan reformasi di sektor riil, namun laju kecepatan deregulasi terlihat lebih
cepat dilakukan di sektor finansial. Aspek kunci dalam sebagian besar reformasi
keuangan yang dilakukan di Indonesia (dan negara berkembang pada umumnya)
adalah :
1)
Pergeseran menuju alokasi kredit yang berorientasi
pasar melalui kemudahan atau dihapuskannya kewajiban portofolio, program kredit
selektif, plafon kredit, dan pagu suku bunga.
2)
Memperbaiki sistem kontrol moneter, stabilisasi dan
mobilisasi tabungan domestik.
Dari Represi Menuju Liberalisasi
Finansial
Para pendukungya mengemukakan argumentasi bahwa kurang
berkembangnya sistem finansial akan menghambat laju pertumbuhan ekonomi.
McKinnon (1973) dan Shaw (1973), yang menitikberatkan analisis pada represi
finansial. Represi finansial bermula dari kondisi dimana pasar modal tidak
efisien atau berada dalam keseimbangan. Menurut Fry (1989) pagu dan plafon suku
bunga dapat mendistorsi perekonomian melalui tiga jalur :
1.
Rendahnya suku bunga deposito akan menimbulkan bias
dalam mendorong konsumsi saat ini dengan mengorbankan konsumsi masa depan, yang
pada gilirannya akan menyebabkan tabungan dan investasi berada di bawah tingkat
optimum.
2.
Para penabung potensial akan lebih menyukai investasi
yang relatif low- yielding dibanding mendepositokan uangnya di bank agar dipinjamkan
untuk membiayai proyek-proyek yang higher-yielding.
3.
Bank-Bank pinjaman akan dapat memperoleh semua dana
yang mereka inginkan pada tingkat bungan pinjaman yang rendah dan cenderung
memilih proyek yang lebih padat modal .
Liberalisasi eksternal umumnya
ditandai dengan dibukanya pasar finansial domestik terhadap aliran uang
internasional, ditiadakannya kontrol devisa, dihapusnya hambatan masuk bagi
bank asing, dan sebagainya. Liberalisasi finansial internal diartikan sebagai
reformasi yang mengarah kepada semakin bebasnya pasar finansial domestik yang
mencakup ditiadakannya kontrol terhadap kredit domestik yang berkaitan dengan
pembatasan kredit, plafon suku bunga dan diskriminasi reserve reqruitment.
Deregulasi finansial Indonesia
Sebelum 1983 Indonesia merupakan contoh kasus negara yang
mengalami represi finansial. Salah satu indikasi utama perekonomian yang sistem
finansialnya ”ditindas” adalah berkurangnya
tingkat bunga riil (yaitu tingkat bunga nominal yang dideflasi dengan inflasi).
Fungsi yang pertama terbukti mampu membuat angka inflasi rata-rata antara 1974
dan 1983 sebesar 15,2 % per tahun. Fungsi kedua secara nyata membantu
mewujudkan implementasi program dan sektor yang menjadi prioritas pembangunan.
Tujuan utama deregulasi adalah
mendorong pertumbuhan dan meningkatkan efisiensi sistem keuangan Indonesia.
Terlihat bahwa aspek kunci reformasi keuangan Indonesia adalah meliberalisasikan suku bunga, menurunkan kontrol terhadap
kredit domestik, meningkatkan persaingan dan efisisensi sistem keuangan,
memperkuat pengawasan, meningkatkan pertumbuhan dan memperluas pasar keuangan.
Dampak Deregulasi Terhadap Sektor
Keuangan
Salah satu faktor penting yang melatarbelakangi fenomena
tersebut adalah deregulasi suku
bunga. Oleh karena itu, adalah menarik untuk diamati apakah peningkatan suku
bunga riil, sebagai indikator deregulasi suku bunga, akan mempengaruhi sektor
keuangan khususnya dan perekonomian pada umumnya.
Finance-Led Growth Atau Growth-Led Finance Salah satu
kontroversi utama di kalangan para ahli ekonomi pembangunan sejak tahun 1960-an
adalah kausalitas antara sektor finansial dengan sektor riil : mana yang
merupakan sebab dan mana yang merupakan akibat ? Pandangan kaum “neoliberal”,
sering disebut sebagai the development hypotesis, mengatakan bahwa pembangunan
sektor finansial berperan penting dalam pembangunan ekonomi.
Simpulan Dan Implikasi. Persamaannya
terlihat pada tiga dimensi deregulasi yang terpisah, namun berkaitan erat,
yaitu: dereguasi harga ( terutama deregulasi suku bunga), deregulasi produk (
ragam jasa yang ditawarkan),dan deregulasi spasial ( kelonggaran pembukaan
cabang atau hambatan memasuki pasar). Persaingan seperti ini semakin
mengukuhkan berlakunya hukum pasar : hanya yang efisien dan profesionallah yang
mampu memenangkan pertarungan merebut pangsa pasar. Bagi masyarakat pemakai
jasa perbankan, ini berarti tersedianya banyak pilihan dalam menggunakan jasa
perbankan maupun pembiayaan investasinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar